ShoutMix chat widget

Minggu, 25 Juli 2010

ORGANIZATIONAL CHANGE (Perubahan Organisasi) II

          Perubahan merupakan suatu proses dari suatu aktivitas yang berkaitan satu sama lain. Organisasi sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. untuk menghadapi berbagai tantangan yang bentuk, jenis dan intensitasnya belum pernah terjadi sebelumnya. Tantangan dapat timbul dari dalam diri organisasi maupun dari lingkungan luar organisasi. Perubahan yang direncanakan membutuhkan perhatian yang eksplisit terhadap sebagian besar masalah dan kesempatan Perubahan ini juga dipermudah oleh proses pembaharuan yang terbina di dalam yang juga direvisi oleh pengalaman. Dorongan untuk perubahan dating dari banyak sumber, baik itu dari luar maupun dalam. Pada dasarnya perubahan yang diharapkan kearah yang lebih baik untuk mengembangkan organisais tersebut. Usaha perbaikan organisasi sebaliknya ditinjau dari segi pandangan (contingency) yang menghubungkan masalah-masalah yang disadari dengan target perubahan yang relevan dan strategi perubahan yang sesuai.

          Organisasi tak bedanya dengan manusia. Orang berubah melalui pendidikan danimage pengalaman. Kelompok orang juga mempunyai pengalaman berorganisasi. Akan tetapi orang yang belajar tidak harus menyebaabkan organisasi belajar juga. Pelajaran yang diambil dari pengalaman pribadi mugkin tidak menjadi bagian dari prosedur organisasi yang normal. Dorongan perubahan untuk organisasi itu datang dari banyak sumber dalam suprasistem lingkungan, disamping dari berbagai subsistem (sasaran dan nilai, teknik, struktur, psikososial dan manjerial). Adapun berbagai factor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam organisasi, diantaranya :

          1. Tantangan utama di masa depan

          2. Perubahan dalam konfigurasi ketenagakerjaan

          3. Tingkat pendidikan para pekerja

          4. Teknologi

          5. Situasi perekonomian

          6. Kecenderungan social

          7. Persaingan

          8. Pelestarian lingkungan

          Perubahan organisasi merupakan suatu proses dari sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan masyarakat yang berkaitan satu sama lain. Ada dua jenis perubahan dalam organisasi, yaitu: Perubahan adaptif, adalah yang paling rendah dalam hal kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian dan Perubahan inovatif, yaitu perubahan yang terletak di tengah tengah dari kontinum kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian. Di ujung kanan kontinum dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastian adalah perubahan inovatif secara radikal. Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam organisasi, diantaranya : tantangan utama di masa depan, perubahan dalam konfigurasi ketenagakerjaan, tingkat pendidikan para pekerja, teknologi, situasi perekonomian, kecenderungan social, persaingan dan pelestarian lingkungan. Proses perubahan meliputi enam tahapan: Tekanan dan desakan, Intervensi dan reorientasi, Diagnosa dan pengenalan masalah, Penemuan dan komitmen pada penyelesaian, Percobaan dan pencarian hasil – hasil, Penguatan dan penerimaan

          imagePenolakan organisasi berasal dari 2 sumber, yaitu pada tingkat individu maupun pada tingkat organisasi. Sifat dasar organisasi itu sendiri yaitu konservatif, yang berarti organisasi secara aktif menolak suatu perubahan. Dalam mengelola perubahan, lima kekuatan perlu diperhitungkan, diantaranya : Pendorong perubahan, Tingkat dan cakupan perubahan, Kerangka waktu, Dampak budaya, evaluasi perubahan. Enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, yaitu pendidikan dan komunikasi ; partisipasi ; memberikan kemudahan dan dukungan ; negosiasi ; manipulasi dan kooptasi ; paksaan. Ada tiga jenis pendekatan dalam konsep perubahan organisasi : Pendekatan struktural, Pendekatan teknologis, dan Pendekatan orang. Model Perubahan antara lain : Perubahan kecil dengan dampak kecil pula, perubahan kecil dengan dampak besar, Perubahan besar dengan dampak kecil, perubahan besar dengan dampak kuat pula. Adapun strategi perubahan terdiri dari 3 macam strategi, yaitu:  Strategi berdasar pendekatan evolusi parsitipatif, Transformasi yang bersifat Kharismatik”, dan Evolusi yang dipaksakan, Transformasi dictatoria

DAFTAR PUSTAKA

> Tampubolon, Manahan, 2003. Perilaku Organisasi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

> P.Siagian, Sondang, 2002. Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara.

<DOWNLOAD> selengkapnya

Senin, 21 Juni 2010

EMPOWERING ORGANIZATION CULTURE (Penguatan Budaya Organisasi)

          Schein membahaskan budaya adalah sebagai satu kesatuan dan seluruhan yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan dan kebiasaan anggota masyarakat. Sifat dari budaya yang berkesinambungan tersebut dan hadir di kehidupan mengakibatkan budaya meliputi semua penetapan perilaku yang dapat diterima selama satu fase kehidupan tertentu. Budaya juga terbentukdari struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi kehidupan kita. Sedangkan pengaruh dari budaya itu sendiri terhadap kehidupan kita sebagaian besar tidak kita disadari.

          Menurut Robbins (2001:525), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Deal dan Kennedy sebagaimana dikutip Robbins (2001:479) menjelaskan budaya organisasi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung organisasi.

          image Budaya merupakan sistem dari aturan informal yang menunjukkan bagaimana orang-orang didalamnya berperilaku pada sebagian besar waktunya dalam organisasi. Dengan kata lain budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Makna itu mewakili suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi tersebut, yang menyangkut aturan-aturan dan larangan-larangan yang menentukan bagaimana para anggota akan bertindak antara satu terhadap lainnya dan terhadap orang luar organisasi.

          Dari semua penjabaran diatas, terlihat jelas betapa amat kompleksnya keterkaitan antara budaya organisasi dengan problematika organisasi. Demikian halnya dengan definisi budaya organisasi yang beragam, namun ada dua benang merah dari pemahaman budaya organisasi yaitu stabilitas dan integrasi. Budaya juga terhubung erat dalam kerangka organization development, yang terkait erat dengan program intervensi keorganisasian, struktur organisasi dan pada akhirnya menyentuh aktivitas perencanaan SDM, pengembangan, pendidikan dan pelatihan agar SDM memiliki nilai budaya yang kuat, adaptif, dan sesuai dengan tuntutan “dunia terkait”. Selain stabilitas struktur dan integrasi ada rongga lain yang tercakup dalam budaya perusahaan yakni nilai, pola perilaku, tata cara, adat istiadat, tradisi dan sebagainya. Makalah ini membahasa pokok, diantaranya :

> Pengertian Budaya Organisasi

> Hubungan Antara Budaya dengan Organisasi

> Terbentuknya Budaya Organisasi

> Karaktertistik Budaya Organisasi

> Penguatan Budaya Organisasi

          Sebuah budaya organisasi yang kuat menjadi sebuah petunjuk atau arahan sebuah perusahaan. Budaya organisasi yang kuat juga menjadi petunjuk bagi tenaga kerja. Hal itu membantu mereka untuk mengerti “jalan yang di tempuh untuk menyelesaikan yang ada di sekitar mereka”. Pada tujuannya, budaya yang kuat menyediakan stabilitas sebuah organisasi, hal itu juga menjadi penghalang utama bagi perubahan. Kita melihat bahwa setiap organisasi mempunyai sebuah budaya dan mempertahankan pada kekuatan itu, budaya organisasi yang kuat dapat memberi pengaruh yang signifikan pada sikap dan perilaku setiap anggota organisasi karena tingkat yang tinggi dari kebersamaan dan intensitas menciptakan sebuah “ internal climate” dari control perilaku.

          Budaya organisasi yang kuat mempunyai sebuah dampak yang besar pada perilaku tenaga kerja dan hubungan yang lebih langsung untuk mengurangi pergantian tenaga kerja. Dalam sebuah budaya yang kuat, nilai utama organisasi adalah mempertahankan secara intensif dan kebersamaan yang luas.

DAFTAR PUSTAKA

Muchlas, Makmuri. 2005. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

P. Tmpubolon Manahan Dr. 2004. Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Ghaya Indonesia

Robbins, Stephen P.1996. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo

<DOWNLOAD> selengkapnya

Senin, 07 Juni 2010

ORGANIZATIONAL CHANGE (Perubahan Organisasi)

          Perubahan Organisasi memiliki beberapa pengertian, yaitu:

1. Suatu reorientasi fundamental dan radikal dalam cara organisasi beroperasi

2. Organisasi atau perusahaan yang sedang mengalami transformasi

3. Mengarahkan atau memimpin orang untuk melakukan sesuatu secara berbeda, atau sesuatu yang berbeda dengan apa yang biasa dilakukannya selama ini.

          Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian organisasi adalah suatu keadaan dimana sebuah organisasi mengalami sesuatu yang berbeda dengan apa yang biasa dilakukannya untuk mempertahankan dan atau mengembangkan organisasi tersebut. Perubahan organisasi selalu terjadi dalam setiap organisasi baik secara sengaja atau berencana (planned change) maupun secara tidak sengaja atau tidak berncana (haphazard change). Adapun tujuan dilakukannya perubahan organisasi ini, diantaranya:

1.    Meningkatkan kemampuan organisasi
2.    Meningkatkan peranan organisasi
3.    Melakukan penyesuaian secara internal dan eksternal
4.    Meningkatkan daya tahan organisasi
5.    Mengendalikan suasana kerja

          Organisasi perlu melakukan perubahan karena adanya desakan dari berbagai faktor untuk melakukan perubahan karena adanya desakan dari berbagai faktor untuk melakukan perubahan. Faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi. Adapun sebagian besar isi makalah ini diantaranya :

> Pendekatan Perubahan Organisasi

> Jenis Perubahan Organisasi

> Mengatasi Penolakan Perubahan Organisasi

> Proses Perubahan Organisasi

          Pengembangan organisasi adalah suatu proses yang berorientasi kepada pemecahan persoalan. Dengan demikian, maka baik teknik maupun metoda yang dipergunakannya selalu bertujuan untuk menemukan dan memecahkan persoalan organisasi. Persoalan tersebut meliputi persoalan yang timbul karena kurang sempurnanya susunan organisasi maupun proses kegiatan dan interaksi dalam organisasi tersebut. Titik tolak untuk mulai menyelenggarakan suatu program perubahan adalah memahami apa yang dimaksud dengan strategi perubahan total. Dengan perkataan lain perlu pengenalan yang tepat tentang proses pengembangan organisasi sebagai instrument yang handal dalam memikirkan, merencanakan dan mengadakan perubahan.

          Dilihat dari segi proses maka dalam setiap organisasi terdapat dua ujung tombak . Pada ujung tombak yang satu terdapat proses afektif, yaitu proses yang berkaitan dengan hubungan antar perorangan, komunikasi, tingkat rasa mempercayai, rasa tolong-menolong, dan tingkat penerimaan antar sesama anggota. Kemudian pada ujung tombak yang lainnya terdapat proses pelaksanaan tugas pekerjaan yaitu proses yang berhubungan dengan pengambilan keputusan, bagaimana tujuan dan sasaran ditetapkan, proses perencanaan dan penyusunan anggaran pengorganisasian dan sebagainya.

          Proses perubahan organisasi merupakan proses yang terjadi secara bertahap. Tiga kegiatan utama dalam kegiatan pengembangan organisasi menurut Marguiles dan Raia, yaitu : Prework (kegiatan pendahuluan), Data Collection (pengumpulan data) dan Diagnosis (diagnose), serta Planned Change Interventions (intervensi untuk melakukan perubahan berencana). Tahap tersebut merupakan suatu cara pentahapan teoritis saja, karena semuanya berhubungan satu sama lain dan sama sekali tidak mungkin dilihat secara terpisah apalagi dipisahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Indrawijaya, Adam I. 1989. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung : Sinar Baru.

Siagian, Sondang. P. 2002. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Makmuri, Muchlas. 2005. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Robbins, Stephen P.1996. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.

Gitosudarmo I, Sudita I. 1997. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: BPFE.

<DOWNLOAD> selengkapnya

Selasa, 25 Mei 2010

OXIDATION POND (Kolam Oksidasi)

          Jumlah industri penghasil berbagai macam produk guna memenuhi kebutuhan manusia saat ini makin meningkat. Hal ini juga akan menyebabkan peningkatan hasil limbah. Limbah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 merupakan sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan. Limbah selain berasal dari industri (industry), juga dapat berasal dari rumah tangga (domestic). Berdasarkan sifatnya limbah dibedakan menjadi tiga, yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, ataupun bubur yang berasal dari sisa kegiatan atau proses pengolahan. Contohnya antara lain adalah limbah dari pabrik gula berupa bagase dan limbah dari industri pengolahan unggas. Limbah cair adalah sisa dari proses usaha dan kegiatan yang berwujud cair. Contohnya antara lain adalah limbah dari pabrik tahu dan tempe yang banyak mengandung protein dan limbah dari industri pengolahan susu. Sedangkan limbah gas atau asap adalah sisa dari proses usaha dan atau kegiatan yang berwujud gas atau asap. Contohnya adalah limbah dari pabrik semen.
          Limbah jika tidak diolah terlebih dahulu akan menimbulkan dampak merugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan sangat mengganggu dan mempengaruhi kehidupan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan limbah yang baik untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah (pemenuhan peraturan pemerintah), upaya meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya dan menjaga kualitas lingkungan.

image
          Berbagai teknik pengolahan limbah untuk menyisihkan bahan polutan telah dicoba dan dikembangkan. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi jadi 3 metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Untuk suatu jenis limbah, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau kombinasi. Pengolahan secara fisika atau primary treatment bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan dan atau bak sedimentasi. Pengolahan secara kimia atau secondary treatment untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Sedangkan pengolahan secara biologi atau tertiary treatment yang merupakan kelanjutan dari pengolahan kedua dilakukan untuk menghilangkan unsur hara, khususnya nitrat dan fosfat. Pada tahapan ini juga dilakukan pemusnahan mikroorganisme parogen dengan penambahan Chlor pada air limbah. Salah satu cara dalam pengolahan limbah secara biologi adalah dengan menggunakan kolam oksidasi.
          Kolam oksidasi merupakan salah satu jenis teknologi pengolahan air limbah biologis aerobik yang paling sederhana dan tertua serta merupakan perkembangan dari cara pembuangan limbah cair secara langsung ke badan air. Bentuk kolam oksidasi antara lain aerobic pond, aerated lagoon, dan fakultatif pond. Pemenuhan oksigen dalam kolam oksidasi diperoleh dari absorpsi secara difusi, pengadukan permukaan, dan fotosintesis dari keberadaan algae. Bakteri dan ganggang merupakan mikroorganisme kunci dalam jenis pengolahan limbah ini. Adapun permasalahan kolam diantaranya konsentrasi dari mikroorganisme yang relative kecil, efisiensi penurunan zat-zat organik yang terbatas, efisiensi tidak stabil, dan keadaannya yang masih memerlukan lahan luas. Kolam oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah mengalami proses pendahuluan. Fungsi utamanya adalah untuk penurunan kandungan bakteri yang ada dalam air limbah setelah pengolahan

DAFTAR PUSTAKA

• Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah. 2007. Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Jakarta: Departemen Perindustrian
• Loehr, R.C. 1974. Agricultural Waste Management. New York: Academic Press
• Sugiharto. 2005. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press.

• Sunarno. 2002. Pengolahan Air Limbah Organik Dengan Proses Biologis Aerobic. _____
• Sri Laksmi Jenie, Betty dkk. 1993. Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisius
• Yunasfi. 2002. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Untuk Sektor Kehutanan. Sumatera Utara : USU digital library

<DOWNLOAD selengkapnya>

Minggu, 02 Mei 2010

KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)

          Kurang Energi Protein (KEP) adalah kondisi rendahnya konsumsi energi protein yang merupakan salah satu masalah gizi kesehatan masyarakat dan masih menjadi masalah utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sungguh keadaan yang miris jika mengingat negara Indonesia yang agraris dan kaya akan hasil alam. Malnutrisi ini sering dialami oleh anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita) sehingga perlu adanya perhatian dan penanganan serius untuk itu.

          Diantara 68 penderita KEP usia di atas 12 bulan, 48,53 % mengaku melakukan imunisasi tidak lengkap dan 42,64 % tidak pernah diimunisasi (Anton, 2000). Hal ini mencerminkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan masih sangat minim apalagi mengenai konsumsi makanan bergizi bagi balita. Laju pertumbuhan penduduk yang mulai tidak diimbangi dengan pertambahan ketersediaan pangan menyebabkan krisis pangan yang juga menjadi salah satu faktor pemicu KEP. Bukan hanya itu, tradisi dan kebiasaan masyarakat mengenai cara pengolahan dan penyajian, masih dibawah standar angka kecukupan gizi apalagi terkait kontinuitas pemberian ASI eksklusif. Selain hal yang berkaitan dengan makanan, faktor lingkungan dan ekonomi juga cukup berperan. Walaupun demikian, kenyataannya masih banyak faktor lain sebagai pemicu KEP balita diantaranya penyakit infeksi maupun malabsorbsi yang berujung pada kondisi kekurangan energi protein.

      image    

Apabila masalah tersebut hanya didiamkan akan menjadi indikator menurunnya derajat kesehatan masyarakat, terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak, bahkan menjadi salah satu penyebab kenaikan angka kematian balita (Sihadi, 2000). Defisiensi macro nutrient ini diindikasi dapat menurunkan mutu fisik, intelektual, daya tahan tubuh, dan menghambat aktivitas kognitif balita.

          Secara sederhana, gejala KEP ditandai dengan lebih rendahnya rasio berat dan tinggi badan balita dengan rasio seumurannya, menurunnya ukuran lingkar lengan atas dan berkurangnya ketebalan lipat kulit normal. Faktor biologis ini biasanya disertai berat badan lahir rendah (BBLR) di setiap bagian awalnya. Gejala/ tanda klinis lain yang biasanya terjadi adalah diare, muntah, mual, demam, maturasi tulang terlambat, bahkan dapat berujung menjadi kwarshiorkor, marasmus, kwarshiorkor-marasmus dan fatalnya adalah suatu kematian. Adapun penyakit penyerta KEP yaitu : gastroenteritris, dehidrasi berat, dll.

          Berdasarkan penelitian Anton Kristijono (2000), sebesar 60,20 % dari 98 balita KEP adalah perempuan usia 12-23 bulan. Hal ini setidaknya dapat membantu tenaga kesehatan untuk membuat perencanaan terkait program upaya kesehatan masyarakat. Distribusi KEP hampir di setiap wilayah di Indonesia dan Jember menduduki prevalensi tertinggi di Jawa Timur (Yumarlis, 2009). Penyebaran KEP di Indonesia sendiri dimulai dari pulau Lombok, NTT, Bogor, Jawa Tengah, Cilacap, Rembang, dll. Kenyataannya, walaupun masalah gizi ini cenderung meningkat di daerah perkotaan tetapi keadaan status gizi balita yang tinggal di pedesaan masih lebih memprihatinkan dibandingkan yang berada di perkotaan.

          Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki keadaan tersebut dengan meningkatkan kesehatan dan sosialisasi KIE ibu hamil; memperhatikan tumbuh kembang fisik, mental, dan sosial balita; mempertimbangkan kebutuhan dan daya beli masyarakat dengan baik; memperhatikan tata laksana status gizi balita. Berdasarkan penelitian Novella Marizza (2007), dinas kesehatan biasa melakukan pemberian PMT, nutrition training bagi tenaga dan kader kesehatan, perencanaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan. Selain itu perlu adanya upaya revitalisasi posyandu atau puskesmas baik dalam penimbangan rutin balita serta upaya kesehatan ibu dan anak. Diharapkan akan terjadi pemerataan kendali melalui pengawasan dan pengasuhan langsung oleh setiap ibu balita sesuai dengan anjuran petugas kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Kristijono, Anton. 2000. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein (KEP). Aceh : Balai Penelitian Kesehatan Depkes RI

____. 2009. Tiap Bulan, Tiga Bayi Jember Dirawat Karena Gizi Buruk. Jember : TEMPO Interaktif

Suryadi, Edwin Saputra. 2009. Kejadian Kekurangan Energi Protein. Jakarta : Universitas Indonesia

Jumat, 16 April 2010

To Measure Organization Culture (Mengukur Budaya Organisasi)

          Dalam setiap organisasi memiliki suatu ciri khas tersendiri yang membedakan antara budaya yang satu dengan yang lain. Hal yang membuat beda dikenal dengan budaya organisasi yaitu Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai nilai dan cara bertindak yang dianut organisasi dalam hubungannya dengan pihak luar. Secara umum,organisasi terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang kepribadian,emosi, dan ego yang beragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya organisasi. Budaya organisasi dari masing-masing organisasi memiliki perbedaan tentang pengaruh budaya tersebut terhadap organisasi yang ada terutama pada anggotanya. Untuk itu kita harus bias mengukur budaya organisasi yang kita miliki serta kekuatan dari budaya yang ada sehingga kita bisa mengenal jenis budaya kita dan dapat mengembangkannya.

          Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan cara bertindak yang dianut organisasi (beserta para anggotanya) dalam hubungannya dengan pihak luar. Secara umum, perusahaan atau organisasi terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang kepribadian, emosi dan ego yang beragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya organisasi. Dari sinilah budaya organisasi dapat memberikan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip operasional organisasi atau perusahaan.

          Budaya organisasi yang baik adalah budaya organisasi yang memiliki kekuatan tinggi, di mana sebagian besar anggota organisasi tersebut mendukung serta melaksanakan budaya organisasi yang telah disepakati. Dan untuk mengetahui apakah budaya organisasi tersebut termasuk kuat atau lemah, maka kita harus melakukan pengukuran budaya organisasi di awal ketika budaya organisasi tersebut baru terbentuk. Sejatinya dalam mengukur budaya organisasi tidak ada alat konkrit untuk mengukur budaya organisasi tersebut. Namun, kita dapat menggunakan banyak metode dalam pengukuran, misal, dengan menggunakan kuesioner atau yang lainnya kepada anggota budaya organisasi mengenai budaya organisasi yang telah dibuat.

          Tujuan Pengukuran Budaya organisasi adalah untuk mengetahui apakah budaya di dalam organisasi tersebut tergolong kuat atau lemah dan untuk menentukan perencanaan organisasi tersebut untuk menuju perubahan yang lebih baik.

> pengertian dan fungsi budaya organisasi;

> macam, jenis, dan unsur budaya organisasi;

> cara mengukur kekuatan budaya organisasi.

> Indikator budaya organisasi

          Budaya organisasi sangat penting dilakukan dalam sebuah organisasi. Hal ini bertujuan untuk menentukan budaya organisasi tersebut tergolong kuat atau lemah. Hal yang harus kita lakukan pertama kali dalam pengukuran budaya organisasi adalah menentukan jenis budaya pada organisasi tersebut dan selanjutnya, kita tentukan apakah budaya organisasi yang kita ukur termasuk dalam jenis budaya organisasi yang mana.

         

          Budaya organisasi yang kita miliki berbeda dengan budaya organisasi yang dimiliki oleh organisasi yang lain sehingga kita harus bisa mengenal jenis atau tipe budaya kita serta harus bisa mengetahui seberapa kuat budaya yang kita miliki. Untuk itu ada cara untuk mengukur budaya yang kita miliki. Menurut jenisnya budaya organisasi dibagi menjadi 4 jenis yaitu tipe adhocracy, tipe market, tipe clan dan tipe hierarki. Keempat budaya organisasi ini dibedakan berdasarkan cara kepemimpinan,fokus, indikator sukses, gaya organisasi,unsur yang menyatukan serta pemimpin dalam organisasi tersebut

          Dalam mengukur budaya organisasi, kita dapat menggunakan berbagai metode, misal, kuesioner, karena pada kenyataannya tidak ada alat konkret untuk melakukan pengukuran budaya organisasi. Dan alat lain yang lebih valid yang dapat kita gunakan untuk pengukuran tersebut adalah menggunakan indikator kesuksesan budaya organisasi. Jika budaya organisasi tersebut sudah terlaksana sepenuhnya, maka budaya tersebut baik menurut organisasi yang dijalankan dan tergolong budaya yang kuat, karena dominasi dilakukan oleh semua elemen organisasi tersebut.

          Sedangkan untuk mengetahui budaya kita kuat atau tidak harus dilihat dari ciri-ciri budaya organisasi yang kuat meliputi loyalitas anggota organisasi terhadap organisasi tersebut, nilai-nilai yang terkadang serta kejelasan nilai-nilai dan keyakinan, penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan, dan intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti. Ciri-ciri budaya organisasi yang lemah meliputi mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain, kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi dan anggota organisasi yang tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi demi kepentingan diri sendiri

DAFTAR PUSTAKA

Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara.

(dan sumber-sumber lainnya)

download <VERSI I> dan <VERSI II>

Sabtu, 13 Maret 2010

METODE QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix)

          Proses penyusunan perencanaan strategis dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan atau input, tahap pencocokan atau analisis, dan tahap keputusan (decision making). Tahap masukan atau input dilakukan dengan menggunakan metode matrik EFE dan matrik IFE, hasilnya disajikan dalam bentuk informasi untuk masukan tahapan berikutnya. Selanjutnya adalah tahap pencocokan atau analisis, pada tahap ini fokus pada strategi alternatif yang dihasilkan. Dalam tahap ini metode yang digunakan adalah SWOT. Tahap terakhir adalah tahapan dalam pengambilan keputusan (decision making), dalam tahap ini metode yang digunakan adalah QSP matriks.

          QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix) merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan intuisi yang baik dalam penilaian. Metode ini adalah alat yang dirokemandasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor kunci kesuksesan internal-eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Secara konseptual, tujuan metode ini adalah untuk menetapkan kemenarikan relatif dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang paling baik untuk diimplementasikan.

image Dalam mengadakan perencanaan strategi dalam suatu organisasi, QSPM sangat diperlukan sebagai metode pengambilan keputusan setelah tahap input dan tahap analisis dilakukan. QSPM sangat berhubungan dengan metode-metode lain yang digunakan dalam tahap input dan analisis sebagai bentuk informasi untuk tahap QSPM sendiri. Kondisi eksternal-internal organisasi sangat diperlukan dalam penggunaan metode ini, sehingga dapat diputuskan pemilihan prioritas strategi mana yang akan digunakan sesuai dengan keadaan organisasi tersebut

DAFTAR PUSTAKA

> Modul Mata Kuliah Analisa Keputusan Jurusan Teknik Industri UMB

> Rangkuti, Freddy. 2006. Analisi SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

<DOWNLOAD>

Minggu, 24 Januari 2010

STRATEGIC MANAGEMENT II

          Setiap organisasi dihadapkan kepada dua jenis lingkungan, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin besar suatu organisasi, makin kompleks pula bentuk, jenis, dan sifat interaksi yang terjadi dalam menghadapi kedua jenis lingkungan tersebut. Salah satu implikasi kompleksitas itu ialah proses pengambilan keputusan yang semakin sulit dan rumit. Untuk itulah diperlukan manajemen strategi. Setiap manajer pasti menyadari bahwa mengelola beraneka ragam kegiatan dengan berbagai seginya secara internal adalah sebagian tanggung jawab yang harus dipikul oleh pimpinan puncak organisasi betapa pun pentingnya kegiatan tersebut.

          Secara internal, manajemen dihadapkan kepada tuntutan dan pemuasan kepentingan berbagai pihak, seperti para manajer madya dan manajer tingkat rendah, para pemegang saham, serta para anggota organisasi. Di samping itu, meskipun berada di luar organisasi, terdapat berbagai pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan suatu organisasi. Betapa pun tingginya kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalamn para anggota manajemen puncak, mereka hanya berhasil jika dibantu oleh sekelompok manajer pada tingkat yang lebih rendah yang biasa dikenal sebagai manajemen tigkat menengah atau madya dan manajemen tingkat rendah. Para manajer tersebut diserahi fungsi, wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk mana mereka digerakkan, didorong, dibina, dikembangkan, diberi imbalan dan dikendalikan. Artinya, para manajer tersebut dituntut untuk menunaikan berbagai kewajibannya, juga mempunyai berbagai hak yang harus dipenuhi oleh manajemen puncak.

          image Kelompok internal ketiga yang berkepentingan adalah para anggota organisasi yang bersangkutan. Ketika para anggota organisasi masuk, mereka membawa serta berbagai hal seperti pengetahuan, keterampilan, pengalaman, bakat, latar belakang social, kepribadian, sistem nilai, harapan dan beraneka ragam kebutuhan, baik yang sifatnya kebendaan, maupun yang bersifat sosial,psikologis, mental, dan intelektual. Dengan masuk organisasi, para anggota memang sudah menyatakan kesediaanya untuk menerima kewajiban tertentu, berupa penggunaan sebagian waktu, tenaga, kemampuan untuk menyelenggarakan fungsi dan tugas yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya para anggota organisasi berhak menerima imbalan, penghargaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabatnya. Teori manajemen sumber daya manusia modern menekankan bahwa pengakuan dan penghargaan harkat dan martabat manusia merupakan hak yang sangat fundamental sifatnya yang pada gilirannya menuntut gaya manajerial yang demokratis. Imbalan financial yang betapapun besarnya tidak akan banyak artinya jika imbalan tersebut tidak dibarengi oleh pemuasan berbagai kepentingan dan kebutuhan lainnya yang sifatnya nonfinansial. Karena itulah para anggota organisasi merupakan kelompok yang berkepentingan dalam keberhasilan organisasi. Berangkat dari definisi manajemen yang paling sederhana dan klasik, diketahui bahwa manajemen merupakan kiat untuk memperoleh hasil melalui dan dengan bekerja sama dengan orang lain dalam rangka penyampaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan manajemen puncak mengelola organisasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan anggota organisasi yang melaksanakan berbagai kegiatan yang sifatnya teknis dan operasional, terlepas dari jenis penugasannya, apakah mlaksanakan sebagian tugas poko organisasi atau menyelenggarakan berbagai kegiatan yang sifatna penunjang. Namun, selain secara internal, di luar organisasi terdapat berbagai kelompok yang berkepentingan yang juga harus dipuaskan oleh manajemen puncak

> Pengertian Manajemen Strategi

> Manfaat Manajemen Strategi

> Perbedaan Rencana Strategis dan Rencana Operasional

> Alat atau Metode Manajemen Strategi

> Proses Manajemen Strategi

> Istilah Kunci Dalam Manajemen Strategi

          Manajemen strategis adalah proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin dicapai, dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai.Rencana operasional merupakan rencana yang diturunkan dari rencana strategis. Pendekatan yang dipakai dalam manajemen strategis adalah pendekatan perkembangan menguntungkan, pendekatan SWOT, pendekatan sistem, dan pendekatan kesenjangan perencanaan. Tahapan-tahapan yang ada dalam manajemen strategis, yaitu perumusan strategi, perencanaan suatu strategi, penyusunan program, penyusunan anggaran, implementasi, dan pemantauan

DAFTAR PUSTAKA

Siagian,Sondang.2004.Manajemen Stratejik.Jakarta:PT Bumi Aksara

Jauch,Lawrence,dkk.1988.Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta:Erlangga

<download selengkapnya>

Jumat, 15 Januari 2010

CONFLICT MANAGEMENT (Manajemen Konflik)

          Konflik sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement ), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain diantara kedua belah pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai dimana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai panghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. Konflik yang timbul dalam suatu lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan yaitu ; konflik dalam diri individu itu sendiri, konflik interpersonal, konflik intergroup, konflik interorganisasi. Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar factor-faktor penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan menjadi tiga kategori besar, yaitu karakteristik individual, beberapa kondisi umum yang muncul diantara orang-orang dan grup, serta desain dan struktur organisasi itu sendiri. Konflik dalam suatu organisasi atau pekerjaan dapat disebabkan oleh berbagai faktor.Yang pertama adalah factor manusia. Factor manusia dapat ditimbulkan oleh atasan terutama gaya kepemimpinannya, personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku,selain itu konflik juga dapat timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatic, dan sikap otoriter. Faktor kedua yang menyebabkan timbulnya konflik adalah factor organisasi yang berupa batasan pekerjaan yang tidak jelas, hambatan komunikasi, tekanan waktu, standart peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, pertikaian antar pribadi, Perbedaan pribadi, harapan yang tidak terwujud.

          Konflik dapat berakibat negative maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut. Dampak negative nya dapat menghambat komunikasi,mengganggu kohesi ( keeratan hubungan ), kerjasama atau team work, proses produksi, menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan, individu atau personil mengalami tekanan. Dampak positifnya dapat membuat organisasi tetap hidup dan harmonis, berusaha menyesuaikan diri dangan lingkungan, melakukan adaptasi sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam system dan prosedur, mekanisme program bahkan tujuan organisasi, memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif, memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat

          Konflik merupakan perselisihan yang muncul dari dua belah pihak atau lebih karena adanya perbedaan serta persaingan ( kompetisi ) pada proses pencapaian suatu tujuan yang timbul karena adanya tiga masalah yaitu : masalah komunikasi, hubungan pribadi, dan struktur organisasi. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya karena manajer merupakan pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir.

          Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

          Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul. Dalam menejemen konflik ada tiga bentuk pengelolaan konflik yaitu : Stimulasi konflik, pengurangan / penekanan konflik dan penyelesaian konflik. Strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu konflik adalah menghindari isu atau masalah yang akan memicu suatu konflik tapi isu atau masalah tersebut sebenarnya tidak penting, mengakomodasikan pada orang lain untuk mengatur srategi apa yang sesuai digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah, perlu adanya negosiasi untuk pencapaian kesepakatan yang mungkin dapat menghasilkan penyelesaian yang lebih memuaskan dan dapat dilaksanakan bersama karena itu merupakan mufakat keputusan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H., Jr., 1994, Organizations: Behavior, Structure, and Process, 8th Ed., Boston: Irwin.

Greenberg, J., Robert, A.B., 1995, Behavior In Organizational:Understanding and Managing The Human Side of Work, 5th Ed., New Jersy: Prentice-Hall International, Inc.

Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition.

Muchlas, makmuri. 2005. Perilaku Organisasi. Yoyakarta: Gajah Mada University Press

Sheriden, J. E., 1992, Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management Journal, 35(3), pp. 1036-1056.

selengkapnya <DOWNLOAD>